Bab 2 - Relasi Manusia dengan diri sendiri, sesama, lingkungan dan Tuhan
1.
Hubungan Manusia dengan Dirinya
Sendiri
Manusia dilengkapi dengan kemampuan akal budi, hati nurani dan
kebebasan. Manusia kerapkali lupa diri akan kodratnya sebagai manusia ciptaan
Tuhan yang memiliki keterbatasan dan ketergantungan dengan Sang Penciptanya. Hal
ini mengakibatkan hubungan dengan dirinya sendiri menjadi terganggu, menjadikan
manusia asing terhadap dirinya sendiri. Dalam kitab Kejadian dikisahkan
bagaimana manusia setelah didapati melanggar tatanan surgawi, manusia malu dan
telanjang (kej. 3: 7), ini pertanda bahwa ketika manusia menjadi asing
dihadapan Allah, manusia menjadi asing bagi dirinya sendiri.
Manusia yang tidak mengenal dirinya mengakibatkan ketidakmampuannya
untuk menerima dirinya apa adanya. Pengenalan dan penerimaan diri yang baik
akan menentukan sikap dan tindakannya baik terhadap sesama, Tuhan maupun
lingkungannya. Barang siapa mengenal dirinya, sungguh dia akan mengenal
Tuhannya.
2.
Hubungan Manusia dengan
Sesamanya
Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin
dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Masyarakat merupakan wadah
bagi para individu untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial.
Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu pergaulan
hidup bersama. Dalam kehidupan sosial terjadi bermacam-macam hubungan atau
kerjasama. Sebagai makhluk sosial, manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta antara
lain sifat rukun dengan sesama manusia.
Hidup dalam kebersamaan tidak mudah, sering terjadi konflik
kepentingan karena saling berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dibutuhkan
sikap untuk saling pengertian, saling menghormati, dan saling kerjasama menuju
suatu tatanan hidup bersama yang baik. Ciri utama sikap yang menekankan
semangat sebagai pribadi sosial adalah solidaritas dan subsidiaritas. Dalam
kisah penciptaan, krisis/kehilangan identitas manusia sebagai ciptaan Allah
bermuara pada rusaknya hubungan relasional yang utuh dan benar dengan Allah.
Hal ini mengakibatkan rusaknya hubungan yang utuh dan benar dengan sesamanya
manusia
3.
Hubungan Manusia dengan
Lingkungannya
Sang Pencipta memberi kuasa kepada manusia untuk menaklukkan alam
agar manusia dapat hidup, dan kehidupan manusia tetap ada dan terus
berlangsung. Ketergantungan manusia dengan alam menjadikan manusia menggunakan
hasil alam untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya. Sifat dan sikap egois dan
keserakahan, pada umumnya telah mendorong manusia mengeksploitasi alam sehingga
keharmonisan ekosistem menjadi terganggu dan rusak.
Menemukan kembali keseimbangan dalam lingkungan hidup hanya dapat
terjadi jika manusia mau kembali kepada pemahaman yang benar mengenai kuasa
manusia atas alam. Ada hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Relasi
manusia dengan alam dapat menghantar manusia dalam pengalaman religius
mensyukuri keindahan alam dan keagungan Allah sang pencipta alam semesta. Jadi,
alam adalah ciptaan Allah yang indah dan perlu dirawat dan disyukuri sehingga
alam memberikan berkat bagi manusia di dunia, bukan sebaliknya.
4.
Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia diciptakan Tuhan di muka bumi ini sebagai makhluk yang
paling sempurna. Hubungan yang utuh dan benar dengan Allah: manusia dibahasakan
sebagai salah satu ciptaan dalam relasinya dengan Allah. Inilah identitas dan
eksistensi yang utuh dan benar pada waktu penciptaan. Dalam relasi yang
demikian, manusia menikmati hidup yang penuh damai sejahtera serta kasih.
Eksistensi dan identitas ini telah dirusak oleh manusia dengan keinginannya
untuk menjadikan dirinya sebagai penguasa yang berkuasa atas dirinya dan atas
yang lain.
Pada
hakikatnya manusia memiliki hubungan yang perlu dijalankan, yaitu hubungan
sacara vertikal dan horizontal. Hubungan secara vertikal merupakan hubungan
manusia kepada Tuhan. Hubungan vertikal ini sangat pribadi, individual, dan
spiritual. Hanya manusia dan Tuhan yang tahu seberapa kedekatan itu. Dalam
membangun relasi personal dengan Tuhan, manusia sangat dipengaruhi oleh
kehidupan sosial manusia dengan relasi dengan dirinya, sesama yang seringkali
tidak genuine, tetapi dipenuhi kepalsuan dan kepuraan-puraan. Kehidupan
keberagamaan manusia zaman ini yang seringkali jatuh pada formalism: menjalankan
syariah atau ritual keagamaan tanpa menyadari membuat relasi manusia dengan
Tuhan. Manusia dalam berelasi dengan Tuhan terkadang kurang jujur, takut
membuka jati diri yang sebenarnya. Relasi yang jujur, terbuka apa adanya dengan
segala kekurangan dan keterbatasan manusia datang kepada Tuhan untuk mencari
dan menemukan apa kehendak Tuhan dalam diri Anda.
Comments
Post a Comment