Bab 3 - Agama dan Iman dihidupi dalam pluralitas


A.      Pluralitas Agama
1.       Pengalaman Religius
Pengalaman religius pada hakikatnya berarti bahwa manusia mengakui hidupnya sendiri sebagai pemberian dari Allah. Memandang hidup sebagai pemberian merupakan penafsiran yang secara positif mengartikan hidup sebagai sesuatu yang pantas disyukuri, sebagai anugerah yang menggembirakan.
Ada beberapa macam pengalaman religius yang dialami oleh manusia yaitu:
a)      Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya belum menyatakan hubungan secara langsung dengan Allah.
Misalnya; pengalaman-pengalaman profan yaitu berhasil, gembira, gagal, sedih, tidak lulus, dan sebagainya.
b)      Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya mulai mengarah kepada Allah.
Misalnya, pengalaman-pengalaman keterbatasan manusia yaitu: kelahiran, kehidupan, kematian, penyakit, dan sebagainya.
c)       Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya menunjukkan hubungan yang erat antara manusia dengan Allah.
 Misalnya pengalaman kehidupan beragama yaitu : doa, meditasi, dan sebagainya

2.        Agama, Wahyu, dan Iman
Agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut- penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya. Pada umumnya tujuan beragamaadalah untuk memperoleh keselamatan atau masuk sorga. Pemahaman keselamatan atau masuk sorga biasanya dikaitkan dengan kehidupan kekal sesudah kematian. Agama memiliki beberapa dimensi, yaitu: dimensi praktis-ritual, dimensi emosional-eksperiensial, dimensi naratif-mitis, dimensi filosofis-doktrinal, dimensi legal-etis, dimensi sosial-institusional, dan dimensi material.

Manusia dapat mencapai pengetahuan tentang Tuhan karena wahyu Tuhan. Wahyu tentang Tuhan termuat dalam Kitab Suci. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan komunikasi yang mengundang partisipasi. Manusia diajak bertemu dengan Allah dan hidup dalam kesatuan dengan-Nya. Hubungan pribadi dengan Allah itulah intisari wahyu.

Sejauh dilihat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan diri kepada manusia, wahyu merupakan pertemuan Allah dan manusia. Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan menyerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama.

B.       Dialog antarumat Beragama
Gereja dalam dekrit Nostra Aetate menandaskan bahwa “Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkan sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang”. Oleh Konsili Vatikan II, dialog antara Gereja Katolik dan agama-agama lain sangat didorong dan dimajukan. Umat Katolik dinasihati “supaya dengan bijaksana dan penuh kasih , melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain. Konsili mengharapkan supaya “dialog yang terbuka mengajak semua untuk dengan setia menyambut dorongan-dorongan Roh serta mematuhinya dengan gembira”. Gereja Katolik mengakui dan memandang positif agama lain dan nilai-nilai keselamatan yang ditampilkannya sebagai karya Roh Kudus yang aktif, real, dan universal.  Ada beberapa bentuk dialog antar umat beragama, yaitu: dialog kehidupan, tindakan, dan pengalaman religious.

C.      Kerjasama antarumat Beragama di Indonesia untuk Membangun Persaudaraan Sejati
Gereja berpedoman pada sikap Yesus. Semasa hidup-Nya di bumi ini Yesus ternyata menyapa dan bersahabat dengan siapa saja apa pun keyakinan dan agamanya. kita hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam agama-agama itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan. Kita hendaknya berusaha dan bersatu dalam persaudaraan yang sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat tinggal kita ini.

Comments

Popular posts from this blog

Bab I - Panggilan Hidup Manusia menurut Kitab Suci

Bab 8 - Gereja dan Iman yang Memasyarakat